Ket foto dari kanan :
Wakil bupati Nganjuk Dr, Drs, H. Marhaen Djumadi, SE, SH, M.H, M.B.A, Kepala
SMAN I Kertosono Sumidi, SPd, M.Pd, Ketua Komite SMAN I Kertosono Jamaludin,
S.Pd
Nganjuk, PKM.- Ramainya rumor terkait adanya sumbangan pembangunan gedung di SMA/SMK dengan
dalil peningkatan mutu sekolah dan mekanisme pelaksanaan penarikan sumbangan
yang menurut komite telah sesuai dengan Surat Edaran (S E ) Gubernur Jawa Timur
(Jatim) Nomer 401 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud)
Nomer 75 tahun 2016 pasal 10, 11, dan 12, banyak menyisahkan keluhan para
wali/orang tua peserta didik.
Bahkan hampir disemua satuan pendidikan tingkat atas dan
kejuruhan juga mengatakan hal yang sama, "jangan sampai ada peserta didik
yang tidak/putus sekolah lantaran tidak ada biaya" sedangkan disatu sisi
pihak pelaksana sekolah melalui komitenya menarik sumbangan yang dibilang cukup
berat bagi para wali/orang tua peserta didik. Sebagaimana yang dikatakan oleh
orang tua didik dari SMAN I Kertosono yang mewanti-wanti namanya untuk tidak
dikorankan.
"Saat rapat dengan komite sekolah, pungutan atau
sumbangan pembangunan memang telah disepakati oleh para orang tua siswa, tapi
bagi kami para orang tua yang tidak mampu, juga ikut menyepakati dan mengisi
formulir yang disodorkan pada kami, walau nominalnya kosong kami tetap dengan
terpaksa mengisi nominal tersebut yang katanya sesuai dengan
kemampuannya," ujar orang tua didik yang namanya minta tidak dikorankan
dari salah satu peserta didik kelas X SMAN I Kertosono.
Saat ditanya oleh koran ini terkait kenapa harus mengisi
formulir tersebut sedangkan dirinya tidak mampu, ia menjelaskan, kalau dirinya
merasa takut kalau tidak memberikan sumbangan, anaknya nanti mendapatkan
perlakuan tidak sama dengan peserta didik dari golongan orang-orang yang
berekonomi mapan.
"Untuk mengisi formulir tersebut saya harus menoleh
kekanan kiri untuk melihat orang tua siswa lainnya mengisi dengan nominal
berapa, lantas saya juga ikut mengisinya sesuai dengan kemampuan saya, walau
kenyataannya, akhirnya saya harus pinjam untuk memberikan sumbangan
tersebut," ujarnya lagi sambil menolak mengatakan jumlah uang yang harus
disumbangkan pada sekolah karena takut nantinya ketahuan, sebab tidak menutup
kemungkina hanya dirinya atau beberapa orang saja yang mennyumbang dengan
nominal tersebut.
Sedangkan ditempat terpisah Jamaludin, SPd selaku ketua
Komite SMAN I Kertosono menjelaskan, pengajuan sumbangan pembangunan awalnya
dari pihak sekolah, lalu pihak komite menyetujui dan mengajak para wali/orang
tua peserta didik untuk memberikan sumbangan terkait pelaksanaan pembangunan,
tapi dirinya tidak setuju kalau penarikan sumbangan ini dikategorikan pungutan.
"Apa yang telah kami (komite sekolah) lakukan untuk
meningkatkan mutu sekolah telah sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada,
bahkan bagi wali/orang tua siswa yang tidak mampu saya gratiskan (boleh tidak
nyumbang), serta nominal yang disumbangkan-pun bervariasi, ada yang Rp. 300
ribu, sampai jutaan rupiah, kalau pungutan nominalnya pasti sama dan
mengikat," urainya.
Masih menurut Jamaludin yang.juga sebagai guru bahasa
Indonesia di SMPN IV Kertosono, kalau pihaknya menunggu rekomendasi terkait
pembangunan gedung dari dinas pendidikan Provinsi maka prosesnya lama, bahkan
tidak menutup kemungkinan tidak disetujui, karena permasalahannya adalah
masalah pembangunan dak beton kelas.
"Sumbangan dari komite untuk pembangunan dak beton dan
pengadaan beberapa barang, bukan untuk bangun gapura karena kalau gapura itu
bantuan dari para alumni, kalau nominal untuk pembangunan dak kelas dan
pengadaan barang saya lupa serta jumlah yang telah diterima komite dari hasil
sumbangan wali/orang tua siswa saya juga lupa tapi catatannya ada cuman saya
sekarang tidak membawanya yang jelas cukup transparan dan nantinya saya juga
pertanggung jawabkan kepada para wali/orang tua siswa," urainya lagi di
jam istirahat mengajar SMPN IV Kertosono
Dilain pihak kepala SMAN I Kertosono Sumidi, SPd, M.Pd
mengatakan pemenuhan renovasi dak (kap atas pada bangunan) beton diperlukan
partisipasi semua pihak tidak kecuali wali/orang tua didik, hal ini sebagai
bentuk memberikan kenyamanan dan keamanan peserta didik itu sendiri, apalagi
bentuk penarikan sumbangan tersebut bukan wewenang dari pihak sekolah.
"Yang menangani sumbangan adalah komite sekolah, pihak
sekolah sendiri tidak ikut cawe-cawe, kalau untuk penarikan sumbangan, saya
kira sudah sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada, serta yang jelas bagi
siswa miskin dan kaum marginal tidak diwajibkan untuk menyumbang, bahkan siswa
atau wali/orang tua siswa dari golongan ekonomi mapan-pun kalau tidak mau
memberikan sumbangan juga tidak apa-apa, intinya adalah sumbangan
sukarela," ujarnya.
Sedangkan menurut wakil bupati Nganjuk Dr, Drs, H. Marhaen
Djumadi, SE, SH, M.H, M.B.A yang juga salah satu anggota Dewan Pendidikan
provinsi Jawa Timur, mengatakan pembangunan fisik bagi SMA/SMK sudah
menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi dan selama belum ada aturan yang
baku atau ada peraturan yang baru maka tidak diperkenankan ada penarikan
sumbangan kepada wali/orang tua didik untuk perbaikan kelas dan semacamnya.
"Dengan alasan dan dalil apapun, selama belum ada aturan
yang baru pihak sekolah/komite tidak boleh menarik sumbangan pembangunan fisik,
karena hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi Jawa
Timur, dan bagi sekolah beserta komite harus lebih cermat terkait dengan
mekanisme penarikan sumbangan serta satu lagi, kata sumbangan bukan untuk
mengeruk keuntungan financial satu orang atau kelompok," pungkas Marhaen
via phonselnya, 15/10. (Ind)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar